Kamis, 11 Desember 2014

Winter Hiatus

Dear Readers,

Dengan ini saya sampaikan bahwa Merchants of Death : School Game akan hiatus selama beberapa minggu.

Rencananya saya akan memposting chapter berikutnya pada pertengahan bulan Januari atau ketika saya sudah sembuh dari writer block, whichever is earlier.

Sekali lagi, untuk silent reader, saya tunggu kritik dan sarannya

Terima Kasih

School Game : Chapter 6

Burst

Dalam kegelapan Gaby meringkuk, menempelkan lututnya ke dadanya dan memencet-mencet tombol di telepon genggamnya. Ia berusaha mencari sinyal, tapi hasilnya nihil hingga akhirnya ia membanting telepon genggam itu dengan rasa frustasi yang memuncak. Gaby menyisir rambut panjangnya dengan tangan lalu menempelkan keningnya di lutut-nya. Ketika ia memejamkan mata, masih terbayang mayat Loly dan Resta yang terbaring penuh darah. Ia menggigit bibirnya dan bergidik jijik.
Pikirannya menerawang ketika ia menendang mayat Resta yang dianggapnya sudah membohongi dan menipunya. Namun, ia juga tak bisa menampikkan fakta bahwa Artha adalah minion-nya yang terbaik, yang selalu menuruti kemauannya tanpa mengeluh meskipun ia kesal setengah mati. Lalu ada Loly, yang manis dan bodoh, yang ia rekrut hanya agar Loly tidak lebih popular dari dirinya.
Mengingat mereka berdua sekarang sudah tak bernyawa, suatu perasaan aneh terbersit di dirinya. Terasa dingin dan sedikit menyakitkan. Gaby memejamkan matanya dan menggidikkan kepalanya. Mengapa ia menjadi melankolis seperti ini? Bukankah minion-minion bodoh seperti mereka bisa tergantikan oleh siapa saja? Sudah banyak gadis-gadis yang mengantri untuk posisi mereka!
Cahaya percaya diri di mata Gaby kembali bersinar. Dari dulu ia tahu dirinya kuat dan ia mampu membuat semua orang tunduk padanya. Tidak ada pengecualian. Mortis juga harus demikian. Ia akan membuat bocah iseng yang kejam itu menyesal telah mengajaknya ke permainan ini.
Dengan langkah yakin, Gaby kemudian berlari. Jika ia akan melawan Mortis, ia harus mencari senjata atau apapun yang bisa dijadikan senjata. Ia akan membunuh Mortis sebelum bajingan itu membunuhnya. Dalam pikiran itu, Gaby berlari dengan senyuman lebar.
***

Selasa, 25 November 2014

School Game : Interlude III

Interlude: ARTHA


Dunia sudah berubah di mata Artha. Dahulu semuanya berwarna-warni seperti pelangi, penuh senyuman dan pujian bangga dari orang-orang di sekelilingnya. Namun, sekarang senyuman itu berganti dengan alis merengut dan pujian berganti dengan cacian. Orang tuanya memandang dengan sinis dan bahkan kakaknya mengatakan semua usahanya kurang. Hanya karena prestasinya di SMA ini menurun, hanya karena ia bukan juara umum di SMA ini.
Lama-lama beban yang disampirkan di pundaknya terasa berat untuk ia pikul. Rasa sakit itu semakin membesar dari hari ke hari dan bahkan membuatnya malas untuk pulang ke rumah. Bahkan menginjak keset di depan pintu depan rumah terasa menjijikkan dan berlendir. Untunglah ia mempunyai biola-nya, yang alunan merdu-nya dapat menyejukkan hatinya, membuatnya melupakan caci maki itu.
Artha mengenal biola semenjak kecil. Seorang paman yang ramah dengan senyum menawan memberikannya sebagai hadiah ketika ia menjadi anak baik untuknya. Ia masih ingat bagaimana paman itu membelainya dan mengecupnya lembut sebelum paman itu memberikan biola itu kepadanya. Dan, setiap paman itu selesai mengelus seluruh tubuhnya, paman itu akan mengajarkannya cara bermain biola. Semenjak itulah biola itu menjadi sahabatnya.

Selasa, 11 November 2014

School Game : Chapter 5

Wound

Dengan cell phone di tangannya untuk menyinari jalan, Ezky berjalan perlahan-lahan, diikuti oleh Lena dan Sinta yang berjalan mengikutinya dari belakang. Sesekali Ezky menyinari jendela agar ia tahu ada apa di luar, yang masih tetap sama setiap kali ia mengarahkan cahaya dari cell phone-nya. Di luar hanya ada lapangan basket kosong yang sunyi, tidak terlihat apapun yang bergerak. Jika memang pembunuh itu dapat menembak mereka apabila mereka mencoba keluar maka semestinya pembunuh itu akan mengawasi dari luar. Namun, tidak ada tanda-tanda kehidupan di luar sekolah.
Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, sudah berlalu lebih dari 2 jam setelah Mortis menyatakan permainan keji-nya ini telah dimulai. Hal yang disadari Sinta sedikit menguntungkan karena mungkin orang tua-nya akan mulai mencarinya. “Iya, kan? Jika orang tua-ku menyadari aku belum pulang, mereka mungkin akan mulai mencariku. Dan, kita bisa selamat dari perangkap ini!” serunya dengan senyum riang yang dibuat-buat.
Ezky dan Lena saling bertatapan, lalu Lena berkata, “Aku kagumi semangatmu, tapi semestinya kau berharap orang tua-mu tidak akan kemari untuk mencarimu.” Ada jeda beberapa detik sebelum ia melanjutkan, “Aku takut jika orang tua-mu kemari Mortis juga akan membunuh mereka. Menimbang apa yang baru saja terjadi dengan Resta dan Loly, kita tidak tahu apa yang akan dilakukannya.” Lena menatap Sinta dengan sorot mata sedih sementara mata Sinta mulai berkaca-kaca.

Kamis, 30 Oktober 2014

School Game : Interlude II

Interlude : LOLY & RESTA

Pertemuan pertama dengan Gaby adalah surga tanpa batas. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Loly dan Resta ketika pertama kali Gaby menghampiri mereka. Wajah cantiknya bagaikan bidadari dan sikapnya manis seperti malaikat.
Resta yang hampir seumur hidupnya hanya menelan kepahitan karena ia harus kerja banting tulang demi keluarganya merasa Gaby adalah penyelamatnya ketika gadis cantik itu memberikannya status tinggi di sekolah. Bersama dengan Gaby, tidak akan ada lagi yang mengatainya gadis miskin menjijikkan yang dekil. Ia-pun bisa sesaat melupakan penderitaannya hidup tanpa orang tua dan harus menghidupi 2 adiknya. Gaby-pun memberikannya barang-barang mewah bekasnya yang sudah tidak ia pakai lagi. Hal ini membuat Resta merasa derajatnya terangkat dan oleh karena itu ia bersumpah ia akan patuh kepada Gaby.
Namun, perubahan gaya hidup bersama dengan Gaby membuat Resta harus bekerja lebih keras. Ia tidak mau terlihat miskin jika ia bersama dengan Gaby dan Loly, yang keduanya berasal dari keluarga berada. Pekerjaannya sebagai pramuwisma di sebuah bar hanya cukup menghidupi ia dan 2 adiknya. Oleh karena itulah ia mengambil jalan pintas. Bermula dari seorang pria kaya yang melihatnya di bar tempat ia bekerja, ia memutuskan untuk menjual tubuhnya. Dan, dengan uang ia-pun bisa terlihat sederajat dengan Gaby. Ia bahagia, meskipun…

Selasa, 21 Oktober 2014

School Game : Chapter 4

Past

Wajahnya yang cantik, rambutnya yang indah dan badannya yang sempurna membuat Gaby menjadi gadis paling populer satu sekolah. Semua pria ingin menjadi kekasihnya dan semua gadis ingin menjadi temannya. Dengan itu, Gaby merasa dirinya berkuasa, tak akan ada yang sanggup menolak permintaannya. Lagipula, pikirnya, siapa yang butuh teman jika ia punya dua pesuruh yang sempurna, yang menuruti semua permintaan dan perintahnya.
Ia pertama kali bertemu Resta saat penerimaan murid baru. Resta terlihat seperti putri yang angkuh, persis seperti dirinya, namun tentu saja ia sama sekali tidak dapat menandingi kecantikannya. Resta tergagap ketika pertama kali Gaby menyapanya, menyalami tangan Gaby dengan sikap hormat berlebihan yang tidak terasa tulus.
Tapi, Gaby menyukai itu. Ia tidak keberatan dengan sikap pura-pura, ia tidak perlu ketulusan, ia hanya perlu orang yang menuruti perintahnya. Dan, pengamatannya ternyata tepat, Resta langung patuh padanya begitu ia menawari uang dan kemewahan. Ternyata dari lagaknya saja Resta orang kaya namun ternyata ia sangat miskin. Lihat, kan? Siapa yang butuh pertemanan tulus ketika kau mendapat banyak keuntungan hanya dari gengsi dan kepura-puraan? Toh, Gaby juga sudah memberi Resta status sebagai anak popular di sekolah karena berteman dengannya.
Kemudian ada Loly, gadis lugu dan manis, persis seperti gadis-gadis di idol group. Loly juga cukup ramah dan suka tersenyum kepada setiap pria yang mendekatinya. Dan, Gaby melihat itu sebagai ancaman. Oleh karena itu, Gaby harus menjadikannya sekutu yang tunduk kepadanya. Hal ini ternyata cukup mudah karena Resta menyadari beberapa lebam di lengan Loly, belum lagi memar merah di pipinya yang berhasil ditutupinya dengan make-up. Singkat kata, Loly butuh perlindungan dan seseorang tempatnya berbagi. Resta menjalankan peran itu dengan baik, menjadi kakak yang perhatian. Sampai akhirnya, Loly terbujuk menjadi pesuruhnya. Namun berbeda dengan Resta yang Gaby tahu tidak tulus, sikap Loly kepadanya cukup tulus. Ia tunduk dan sangat patuh.

Jumat, 17 Oktober 2014

No Release This Week

Dear Readers,

I am sorry to say that will be no School Game release for this week  due to my hectic work. ='(

Saya bahkan menulis ini ketika sedang menunggu giliran saya di meeting dengan tetap waspada akan pandangan tetangga sebelah.
Saya merasa bersalah karena saya sudah janji akan memberi postingan baru setiap minggu.
Hiks...

Dan, saya juga ingin bilang bahwa karya ini perlu kritik. Jadi saya mohon agar silent reader yang budiman dapat meluangkan waktu untuk memberi comment di tempat yang disediakan.

Ooou... si tetangga sebelah sudah mulai lirik-lirik... Lebih baik saya sudahi di sini saja.

Salam,

Merchants of Dead

Selasa, 07 Oktober 2014

School Game : Chapter 3

Hunted


Dengan kesal Gaby mengangkat-ngangkat telepon genggamnya ke udara, mencoba mencari sinyal sembari menyusuri lorong sekolah yang gelap. “Sial! Kenapa bisa enggak ada sinyal, sih?!?” hentaknya putus asa.
“Tenanglah,” Bobby merangkulnya. “Kita pasti keluar dari sini,” ucapnya, berusaha menenangkan Gaby sambil mengelus-ngelus lengannya.
Alih-alih tenang, Gaby malah mendelik ke arah Bobby, “Ya, tapi gimana caranya keluar dari sini!!” bentaknya.
“Eng, gimana kalau kita gedor-gedor pintu supaya penjaga sekolah mendengar kita?” ucap Loly dengan suara melengkingnya.
Dengan kasar Resta langsung menempeleng kepala Loly, “Kamu itu punya otak enggak, sih? Inget enggak tadi apa yang ditulis di jendela itu? Kita tidak boleh terlihat berusaha keluar dari sini!! Apa kamu mau lehermu bolong seperti Heru!?”
Cepat-cepat Loly menggelengkan kepalanya sambil menutupi lehernya.
“Jangan sebut-sebut nama Heru lagi!! Dia yang menyebabkan kita terperangkap di sini! Coba dia tidak bertingkah, kita tidak akan menyiksanya malam ini dan sekarang kita sedang bersenang-senang di club…” seru Gaby kesal. Ia kemudian menghela nafas dan melirik kepada kedua minions-nya, lalu memberi pandangan penuh arti kepada Bobby. “Aku… perlu… pelepas stress…” ucapnya patah-patah dengan senyum menggoda.

Selasa, 30 September 2014

School Game : Interlude I

HERU

Ketika pertama kali menginjakkan kakinya ke sekolah ini, Heru merasa bersemangat. Sekolah baru dan kehidupan baru. Kali ini ia bertekad ia akan menghabiskan masa sekolahnya dengan menyenangkan, bertemu dengan teman-teman baru dan menjadi siswa berprestasi. Oleh karena itu, ia melangkahkan kakinya dengan pasti, menyapa semua orang dengan ramah meskipun mereka masih memandangnya canggung. Jelas orang-orang itu tidak terbiasa dengan ramah tamah.
Kota yang baru didatanginya ini memang terkenal dengan sikap individualistis yang tinggi. Tidak ada yang mau tahu urusan orang lain dan tidak ada yang peduli dengan urusan orang-orang di sekitar mereka. Justru karena itulah Heru meminta orang tua-nya untuk pindah ke sini ketika ia masuk ke sekolah menengah atas. Ayah-nya yang bekerja sebagai buruh bangunan sama sekali tidak keberatan karena di kota ini pembangunan gedung baru hampir terjadi setiap hari sementara Ibu-nya yang hanya seorang ibu rumah tangga biasa juga tidak mengajukan penolakan.
Di sinilah Heru berniat membangun hidupnya yang baru, berharap tidak ada lagi hal-hal tidak menyenangkan seperti yang ia alami di sekolah menengah pertama. Di mana semua orang seolah-olah mencampuri urusannya hanya karena ia anak yang berotak cukup cemerlang. Ya, di sini semua orang hanya peduli dengan urusan masing-masing, jadi ia juga hanya akan mengurusi urusannya sendiri.

Selasa, 23 September 2014

School Game : Chapter 2

Game Start

 Suara yang berasal dari speaker itu terdengar melengking, hingga menimbulkan dengingan tak nyaman di kuping. Sepertinya orang yang berbicara di speaker itu menggunakan pengubah suara atau semacamnya karena suaranya terdengar seperti robot rusak. Semua pasang mata menatap speaker yang terletak di atas papan tulis hitam sebelum mereka semua saling bertatapan dengan bingung. Gaby dan Bobby beserta 2 minionnya masih tertawa-tawa canggung, tampaknya mereka hanya menganggap ini suatu lelucon bodoh. Sinta masih meringkuk di lantai sambil menutupi telinganya, Artha menatap jijik ke arah speaker seolah-olah speaker itu sedang berceloteh suatu hal yang bodoh, sementara Limper dan Ezky masih mengantisipasi hal yang mungkin akan terjadi.
Suara di speaker itu mulai cekikikan, “Hihihi, jangan anggap ini lelucon, teman-temanku. Ini suatu permainan yang akan menjadi sangat menyenangkan jika kalian bermain dengan benar,” ucapnya dengan nada mengejek. “Sebelumnya… aku akan memperkenalkan diriku…”

Kamis, 18 September 2014

School Game: Chapter 1.2


Choose Your Player (Part 2)

Senja menggantung di ufuk barat ketika sekolah sudah sepenuhnya kosong, hanya tersisa beberapa siswa yang sedang melakukan kegiatan klub. Perlahan namun pasti, lorong-lorong mulai kosong, suara pantulan bola basket di lapangan tidak lagi terdengar, sepatu-sepatu sepakbola sudah ditenteng pulang, buku-buku di perpustakaan-pun sudah kembali ke tempatnya. Sekolah sunyi senyap seiringan dengan matahari yang mulai menyusup di balik gedung-gedung tinggi perkotaan, hanya meninggalkan secercah cahaya temaram dari lampu-lampu putih kecil di sudut-sudut sekolah. Penjaga sekolah-pun sudah sedikit bersantai di pos jaga-nya.
Setelah bersembunyi cukup lama di sudut gudang sekolah dan sempat setengah mati menahan tawa karena menemukan kondom bekas, Ezky dan Limper akhirnya keluar dari sana. “Selanjutnya yang susah adalah masuk ke gedung sekolah. Karena sistem keamanan baru, jendela-nya dikunci dengan kunci elektronik. Sekolah ini memang sok rahasia banget!” Jendela dan pintu sekolah memang terkunci dengan kunci elektronik yang hanya bisa dibuka dengan kartu pass untuk masuk ke dalam, tapi untuk keluar mereka hanya perlu memencet tombol dari dalam. Meskipun demikian, pintu-pintu kelas masih menggunakan kunci manual model lama karena dianggap tidak praktis jika kelas menggunakan kunci elektronik.
Ketika Limper mengeluarkan laptop dari tas-nya, bersiap untuk melakukan hack, seseorang mengejutkan mereka dari belakang, “Kalian sedang apa mengendap-ngendap di sini?” tanya suara itu.

Selasa, 16 September 2014

School Game : Chapter 1.1

Choose Your Player (Part 1)


Sekolah pagi ini terlihat menyenangkan, matahari yang sinarnya terpantul di jendela-jendela kelas juga bersinar sangat cerah. Terlihat siswa-siswi yang sedang bersenda gurau saling menyapa dengan guru-guru yang tersenyum ramah dan bahkan penjaga sekolah mengucapkan selamat pagi dengan senyuman. Selain itu, dari pengeras suara terdengar guru-guru yang mengumumkan bahwa dalam waktu 15 menit pintu gerbang akan terkunci secara otomatis.
Sekolah menengah atas ini baru saja memasang sistem keamanan baru beberapa minggu yang lalu. Sistem keamanan yang bisa dibilang sangat canggih untuk ukuran sekolah. Mereka menggunakan sistem elektronik untuk mengunci pintu gerbang dan jendela-jendela. Menurut kepala sekolah, sistem keamanan baru itu diberlakukan untuk mencegah murid-murid pergi ke luar saat jam sekolah.
Di gymnasium, seorang gadis dengan pipi merah serta pelipis yang berkeringat sedang berlatih senam ritmik, rambutnya yang panjang kecoklatan diikat ke atas dan berkibar lembut ketika ia melompat-lompat di atas matras. Dari pintu masuk gymnasium, seorang cowok dengan penampilan urakan dan rambut berantakan memperhatikannya. Ia meletakkan sebuah tas di lantai dengan kasar.
“Lena!! Mau latihan sampai kapan?? Kita hampir masuk!” serunya galak.
Si gadis menghentikan gerakannya, memandang pria bermata tajam dan berambut gelap berantakan serta kulit putih pucat yang berada di depannya. “Aku tahu, Ezky! Kau duluan sana!” serunya kesal karena kegiatannya dihentikan.
Dengan decakan kesal, Ezky melangkah keluar dari gymnasium. Kalau saja tadi Lena tidak menitipkan tas kepadanya, ia pasti sudah pergi ke gudang belakang untuk bersantai sebelum masuk kelas. Tiba-tiba, terdengar suara mendesah dari arah tempat penyimpanan alat-alat olahraga. Sudah rahasia umum kalau tempat itu adalah tempat para pasangan untuk

Jumat, 12 September 2014

School Game : Prologue

Entah mengapa orang-orang itu mengajaknya untuk mengadakan pertemuan di tempat ramai seperti ini. Restoran keluarga seperti ini lebih cocok untuk mengadakan pembicaraan mengenai rencana liburan atau bergosip, bukan membicarakan rencana seperti ini, pikirnya di tengah keramaian gelak tawa para pengunjung restoran.
Tangannya basah dan dari pelipisnya mengalir keringat dingin, ia juga sudah merasakan perutnya yang bergejolak, gelisah karena menunggu orang-orang itu. Orang-orang yang berjanji akan membantunya untuk melaksanakan rencananya ini. Tampaknya wajah pucat dan kakinya yang gemetar sudah menarik perhatian para pengunjung restoran ini. Pandangan sinis mereka membuatnya mual, membuatnya muntah di dalam mulutnya. Cairan itu terasa berlendir dan hijau ketika ia menelannya kembali. Cepat-cepat disedotnya minuman soda berwarna merah di depannya. Otaknya terasa beku ketika ia meminumnya terlalu cepat.
Saat itulah seorang pria kurus ceking yang terlihat seperti gabungan antara manusia dan jerapah duduk di depannya. Ia memakai segala sesuatunya serba kebesaran. Mulai dari kacamata hitamnya yang bahkan tidak bisa menggantung di hidungnya yang kecil sampai baju hitam yang rasa-rasanya bisa dipakai oleh 2 orang. Karena perawakannya yang seperti itu, pria itu mengundang perhatian ibu-ibu yang membawa anaknya ke restoran keluarga itu, membuat mereka menjauhinya. Pria kurus itu menyedot ingusnya yang kental dan berlendir ketika memberikan sebuah amplop coklat tebal kepada dirinya.

Kamis, 11 September 2014

M.O.D #1 : School Game

Lads and Gents,

Mohon berikan sambutan yang meriah kepada cerita pertama di Merchants of Dead

"SCHOOL GAME"


Premis:
Satu SMS misterius membawa beberapa orang murid sekolah menengah atas di kota X berkumpul di sekolah mereka setelah mentari terbenam. Tiba-tiba pintu gerbang gedung sekolah dan jendela-jendela terkunci, membuat mereka terkurung di dalam gedung bujur sangkar itu. Suara seseorang yang mengaku bernama Mortis kemudian menggema di seluruh penjuru, mengumumkan perburuan untuk merenggut nyawa mereka. Murid-murid itu-pun harus berjuang mempertahankan hidup mereka dari kejaran Mortis dan selama itu pula rahasia masing-masing dari mereka terungkap.

Karakter:
1. Lena – cewek jago senam yang cantik dan ramah.
2. Ezky – cowok bandel pembuat onar di sekolah
3. Heru – cowok kutu buku penyendiri yang jadi korban penindasan
4. Gaby – cewek paling populer dan cantik
5. Loly – cewek minion Gaby.
6. Resta – cewek minion Gaby.
7. Bobby – cowok ganteng penuh karisma dan populer, cowoknya Gaby
8. Limper – cowok pecandu yang sebenarnya jenius.
9. Sinta – cewek pemalu yang selalu ngumpet di belakang Lena.
10.  Artha – cewek serius yang jago main biola dan tampak dewasa. 

Karena ceritanya masih on progress, jadi saya usahakan untuk mempostingnya minimal seminggu sekali.

Maka, saya ucapkan selamat datang di dunia Merchants of Dead dan selamat menikmati School Game

FeKimi

Disclaimer:
Seluruh konten tulisan dalam blog ini dan Hak Cipta yang terkandung di dalamnya adalah milik penulis dan oleh karena itu dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta No. 28 tahun 2014.
Mohon kebijaksanaan dari pembaca sekalian

Rabu, 10 September 2014

Introduction

Ladies and Gentleman,

Ijinkan saya memperkenalkan diri sebagai FeKimi Saiko untuk saat ini.
Nama yang aneh, saya tahu, tetapi bertujuan untuk memberikan sedikit humor di blog yang isinya mungkin akan mengganggu dan memberi kesuraman dalam kehidupan anda

Konten dalam blog ini adalah kumpulan cerita fiksi yang saya buat dengan tema yang lebih dark dan suram. Saya memutuskan untuk mempublish-nya secara online karena sepertinya lebih mengasyikkan daripada dikirim ke penerbit.

Untuk mengetahui arti nama blog ini, anda sekalian diharapkan dapat membaca cerita-cerita yang saya tulis di sini terlebih dahulu. Cerita yang mungkin jauh dari ekspektasi anda tapi juga mungkin mengganggu pikiran anda.

Sekian perkenalan dari saya.

Semoga anda dapat menikmati dunia Merchants of Death

Terima Kasih