Selasa, 25 November 2014

School Game : Interlude III

Interlude: ARTHA


Dunia sudah berubah di mata Artha. Dahulu semuanya berwarna-warni seperti pelangi, penuh senyuman dan pujian bangga dari orang-orang di sekelilingnya. Namun, sekarang senyuman itu berganti dengan alis merengut dan pujian berganti dengan cacian. Orang tuanya memandang dengan sinis dan bahkan kakaknya mengatakan semua usahanya kurang. Hanya karena prestasinya di SMA ini menurun, hanya karena ia bukan juara umum di SMA ini.
Lama-lama beban yang disampirkan di pundaknya terasa berat untuk ia pikul. Rasa sakit itu semakin membesar dari hari ke hari dan bahkan membuatnya malas untuk pulang ke rumah. Bahkan menginjak keset di depan pintu depan rumah terasa menjijikkan dan berlendir. Untunglah ia mempunyai biola-nya, yang alunan merdu-nya dapat menyejukkan hatinya, membuatnya melupakan caci maki itu.
Artha mengenal biola semenjak kecil. Seorang paman yang ramah dengan senyum menawan memberikannya sebagai hadiah ketika ia menjadi anak baik untuknya. Ia masih ingat bagaimana paman itu membelainya dan mengecupnya lembut sebelum paman itu memberikan biola itu kepadanya. Dan, setiap paman itu selesai mengelus seluruh tubuhnya, paman itu akan mengajarkannya cara bermain biola. Semenjak itulah biola itu menjadi sahabatnya.

Selasa, 11 November 2014

School Game : Chapter 5

Wound

Dengan cell phone di tangannya untuk menyinari jalan, Ezky berjalan perlahan-lahan, diikuti oleh Lena dan Sinta yang berjalan mengikutinya dari belakang. Sesekali Ezky menyinari jendela agar ia tahu ada apa di luar, yang masih tetap sama setiap kali ia mengarahkan cahaya dari cell phone-nya. Di luar hanya ada lapangan basket kosong yang sunyi, tidak terlihat apapun yang bergerak. Jika memang pembunuh itu dapat menembak mereka apabila mereka mencoba keluar maka semestinya pembunuh itu akan mengawasi dari luar. Namun, tidak ada tanda-tanda kehidupan di luar sekolah.
Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, sudah berlalu lebih dari 2 jam setelah Mortis menyatakan permainan keji-nya ini telah dimulai. Hal yang disadari Sinta sedikit menguntungkan karena mungkin orang tua-nya akan mulai mencarinya. “Iya, kan? Jika orang tua-ku menyadari aku belum pulang, mereka mungkin akan mulai mencariku. Dan, kita bisa selamat dari perangkap ini!” serunya dengan senyum riang yang dibuat-buat.
Ezky dan Lena saling bertatapan, lalu Lena berkata, “Aku kagumi semangatmu, tapi semestinya kau berharap orang tua-mu tidak akan kemari untuk mencarimu.” Ada jeda beberapa detik sebelum ia melanjutkan, “Aku takut jika orang tua-mu kemari Mortis juga akan membunuh mereka. Menimbang apa yang baru saja terjadi dengan Resta dan Loly, kita tidak tahu apa yang akan dilakukannya.” Lena menatap Sinta dengan sorot mata sedih sementara mata Sinta mulai berkaca-kaca.