Dear Readers,
Dengan ini saya sampaikan bahwa Merchants of Death : School Game akan hiatus selama beberapa minggu.
Rencananya saya akan memposting chapter berikutnya pada pertengahan bulan Januari atau ketika saya sudah sembuh dari writer block, whichever is earlier.
Sekali lagi, untuk silent reader, saya tunggu kritik dan sarannya
Terima Kasih
Kamis, 11 Desember 2014
School Game : Chapter 6
Burst
Dalam kegelapan Gaby meringkuk, menempelkan
lututnya ke dadanya dan memencet-mencet tombol di telepon genggamnya. Ia
berusaha mencari sinyal, tapi hasilnya nihil hingga akhirnya ia membanting
telepon genggam itu dengan rasa frustasi yang memuncak. Gaby menyisir rambut
panjangnya dengan tangan lalu menempelkan keningnya di lutut-nya. Ketika ia
memejamkan mata, masih terbayang mayat Loly dan Resta yang terbaring penuh
darah. Ia menggigit bibirnya dan bergidik jijik.
Pikirannya menerawang ketika ia menendang
mayat Resta yang dianggapnya sudah membohongi dan menipunya. Namun, ia juga tak
bisa menampikkan fakta bahwa Artha adalah minion-nya yang terbaik, yang selalu
menuruti kemauannya tanpa mengeluh meskipun ia kesal setengah mati. Lalu ada
Loly, yang manis dan bodoh, yang ia rekrut hanya agar Loly tidak lebih popular
dari dirinya.
Mengingat mereka berdua sekarang sudah tak
bernyawa, suatu perasaan aneh terbersit di dirinya. Terasa dingin dan sedikit
menyakitkan. Gaby memejamkan matanya dan menggidikkan kepalanya. Mengapa ia
menjadi melankolis seperti ini? Bukankah minion-minion bodoh seperti mereka
bisa tergantikan oleh siapa saja? Sudah banyak gadis-gadis yang mengantri untuk
posisi mereka!
Cahaya percaya diri di mata Gaby kembali
bersinar. Dari dulu ia tahu dirinya kuat dan ia mampu membuat semua orang
tunduk padanya. Tidak ada pengecualian. Mortis juga harus demikian. Ia akan
membuat bocah iseng yang kejam itu menyesal telah mengajaknya ke permainan ini.
Dengan langkah yakin, Gaby kemudian
berlari. Jika ia akan melawan Mortis, ia harus mencari senjata atau apapun yang
bisa dijadikan senjata. Ia akan membunuh Mortis sebelum bajingan itu
membunuhnya. Dalam pikiran itu, Gaby berlari dengan senyuman lebar.
***
Langganan:
Postingan (Atom)