Kamis, 30 Oktober 2014

School Game : Interlude II

Interlude : LOLY & RESTA

Pertemuan pertama dengan Gaby adalah surga tanpa batas. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Loly dan Resta ketika pertama kali Gaby menghampiri mereka. Wajah cantiknya bagaikan bidadari dan sikapnya manis seperti malaikat.
Resta yang hampir seumur hidupnya hanya menelan kepahitan karena ia harus kerja banting tulang demi keluarganya merasa Gaby adalah penyelamatnya ketika gadis cantik itu memberikannya status tinggi di sekolah. Bersama dengan Gaby, tidak akan ada lagi yang mengatainya gadis miskin menjijikkan yang dekil. Ia-pun bisa sesaat melupakan penderitaannya hidup tanpa orang tua dan harus menghidupi 2 adiknya. Gaby-pun memberikannya barang-barang mewah bekasnya yang sudah tidak ia pakai lagi. Hal ini membuat Resta merasa derajatnya terangkat dan oleh karena itu ia bersumpah ia akan patuh kepada Gaby.
Namun, perubahan gaya hidup bersama dengan Gaby membuat Resta harus bekerja lebih keras. Ia tidak mau terlihat miskin jika ia bersama dengan Gaby dan Loly, yang keduanya berasal dari keluarga berada. Pekerjaannya sebagai pramuwisma di sebuah bar hanya cukup menghidupi ia dan 2 adiknya. Oleh karena itulah ia mengambil jalan pintas. Bermula dari seorang pria kaya yang melihatnya di bar tempat ia bekerja, ia memutuskan untuk menjual tubuhnya. Dan, dengan uang ia-pun bisa terlihat sederajat dengan Gaby. Ia bahagia, meskipun…
               Ia tidak bisa turut bahagia dengan keadaan Loly.
Seorang Loly yang cantik dan manis, namun terkadang terlihat kepayahan ketika ia datang memasuki sekolah. Senyumnya terlihat dipaksakan tetapi masih dapat mengundang perhatian, termasuk perhatian Gaby. Pertamanya Loly tidak ingin tersangkut paut dengan siapapun di sekolah ini, termasuk para pria yang mengejarnya, terutama Gaby yang di pandangannya bagaikan putri angkuh yang menawan. Tetapi siapa sangka pertemuan pertamanya dengan Gaby justru membuka rahasia yang selalu dijaganya.
Kala itu anak-anak perempuan pergi ke ruang ganti untuk mengganti seragam dengan baju olahraga. Perlahan-lahan Loly memisahkan diri dan berjingkat-jingkat ke toilet. Ia tidak mungkin membiarkan anak perempuan lain melihat bekas lukanya. Di toilet, ia melihat lebam-lebam di sekitar pinggangnya yang membiru dan meringis jijik. Ia cepat-cepat mengenakan baju olah raganya.
Begitu ia keluar dari bilik toilet itu, ia terkesiap mendapati Gaby berdiri di depannya, bersama dengan “bawahannya” yang ia kenal dengan nama Resta itu. Gaby memperhatikannya dari atas ke bawah, membuat Loly merasa canggung dan memalingkan muka. Tiba-tiba, Gaby mendorongnya ke dalam bilik toilet dan menarik baju olah raga-nya ke atas. Kejadian itu sangat cepat hingga Loly tidak dapat berbuat apa-apa.
“Sudah kuduga…” ucap Gaby, menaikkan satu alisnya. “Siapa yang melakukan ini kepadamu? Pacarmu? Ayahmu?”
Loly hanya menggeleng, ia tetap diam. Siapapun yang melakukannya bukan urusan orang lain. Ia lalu menelan ludah dan cepat-cepat merapihkan bajunya.
“Jika kau tidak bilang dan tidak cerita siapa yang melakukannya, kami akan tetap berada di sini. Apakah itu maumu?” tanya Gaby lagi. Ia kemudian merengkuh pipi Loly dan mengusap-ngusapnya, “Kalau kau mau menceritakannya kepadaku dan Resta, kami akan menjadi temanmu. Jadi, meskipun kau sakit, setidaknya kau bisa berbagi rasa sakit itu dengan kami…” ucapnya dengan senyuman lembut.
Seketika kesan Loly akan Gaby langsung berubah. Putri angkuh itu tiba-tiba menjadi malaikat di matanya. Malaikat penyelamatnya, malaikat yang menemaninya ketika ia merintih kesakitan karena siksa akan luka.
Bahkan, ketika melihat mata Resta yang terbelalak kaku, Loly masih menyimpan harapan akan Gaby. Dan, bahkan ketika ia mendapati rasa sakit saat perutnya didesak oleh ledakan luar biasa, Loly percaya Gaby akan mengambil semua rasa sakit itu. Tetapi, bahkan sampai nafasnya berhenti, rasa sakit itu masih ada di sana. Tidak ada Gaby di ujung pandangannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar