Interlude
: LOLY & RESTA
Pertemuan pertama dengan Gaby adalah surga
tanpa batas. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Loly dan Resta ketika
pertama kali Gaby menghampiri mereka. Wajah cantiknya bagaikan bidadari dan
sikapnya manis seperti malaikat.
Resta yang hampir seumur hidupnya hanya
menelan kepahitan karena ia harus kerja banting tulang demi keluarganya merasa
Gaby adalah penyelamatnya ketika gadis cantik itu memberikannya status tinggi
di sekolah. Bersama dengan Gaby, tidak akan ada lagi yang mengatainya gadis
miskin menjijikkan yang dekil. Ia-pun bisa sesaat melupakan penderitaannya
hidup tanpa orang tua dan harus menghidupi 2 adiknya. Gaby-pun memberikannya
barang-barang mewah bekasnya yang sudah tidak ia pakai lagi. Hal ini membuat
Resta merasa derajatnya terangkat dan oleh karena itu ia bersumpah ia akan
patuh kepada Gaby.
Namun, perubahan gaya hidup bersama dengan
Gaby membuat Resta harus bekerja lebih keras. Ia tidak mau terlihat miskin jika
ia bersama dengan Gaby dan Loly, yang keduanya berasal dari keluarga berada.
Pekerjaannya sebagai pramuwisma di sebuah bar hanya cukup menghidupi ia dan 2
adiknya. Oleh karena itulah ia mengambil jalan pintas. Bermula dari seorang
pria kaya yang melihatnya di bar tempat ia bekerja, ia memutuskan untuk menjual
tubuhnya. Dan, dengan uang ia-pun bisa terlihat sederajat dengan Gaby. Ia
bahagia, meskipun…
Seorang Loly yang cantik dan manis, namun
terkadang terlihat kepayahan ketika ia datang memasuki sekolah. Senyumnya
terlihat dipaksakan tetapi masih dapat mengundang perhatian, termasuk perhatian
Gaby. Pertamanya Loly tidak ingin tersangkut paut dengan siapapun di sekolah
ini, termasuk para pria yang mengejarnya, terutama Gaby yang di pandangannya
bagaikan putri angkuh yang menawan. Tetapi siapa sangka pertemuan pertamanya
dengan Gaby justru membuka rahasia yang selalu dijaganya.
Kala itu anak-anak perempuan pergi ke ruang
ganti untuk mengganti seragam dengan baju olahraga. Perlahan-lahan Loly
memisahkan diri dan berjingkat-jingkat ke toilet. Ia tidak mungkin membiarkan
anak perempuan lain melihat bekas lukanya. Di toilet, ia melihat lebam-lebam di
sekitar pinggangnya yang membiru dan meringis jijik. Ia cepat-cepat mengenakan baju
olah raganya.
Begitu ia keluar dari bilik toilet itu, ia
terkesiap mendapati Gaby berdiri di depannya, bersama dengan “bawahannya” yang
ia kenal dengan nama Resta itu. Gaby memperhatikannya dari atas ke bawah,
membuat Loly merasa canggung dan memalingkan muka. Tiba-tiba, Gaby mendorongnya
ke dalam bilik toilet dan menarik baju olah raga-nya ke atas. Kejadian itu
sangat cepat hingga Loly tidak dapat berbuat apa-apa.
“Sudah kuduga…” ucap Gaby, menaikkan satu
alisnya. “Siapa yang melakukan ini kepadamu? Pacarmu? Ayahmu?”
Loly hanya menggeleng, ia tetap diam.
Siapapun yang melakukannya bukan urusan orang lain. Ia lalu menelan ludah dan
cepat-cepat merapihkan bajunya.
“Jika kau tidak bilang dan tidak cerita
siapa yang melakukannya, kami akan tetap berada di sini. Apakah itu maumu?”
tanya Gaby lagi. Ia kemudian merengkuh pipi Loly dan mengusap-ngusapnya, “Kalau
kau mau menceritakannya kepadaku dan Resta, kami akan menjadi temanmu. Jadi,
meskipun kau sakit, setidaknya kau bisa berbagi rasa sakit itu dengan kami…”
ucapnya dengan senyuman lembut.
Seketika kesan Loly akan Gaby langsung
berubah. Putri angkuh itu tiba-tiba menjadi malaikat di matanya. Malaikat
penyelamatnya, malaikat yang menemaninya ketika ia merintih kesakitan karena
siksa akan luka.
Bahkan, ketika melihat mata Resta yang terbelalak
kaku, Loly masih menyimpan harapan akan Gaby. Dan, bahkan ketika ia mendapati
rasa sakit saat perutnya didesak oleh ledakan luar biasa, Loly percaya Gaby
akan mengambil semua rasa sakit itu. Tetapi, bahkan sampai nafasnya berhenti,
rasa sakit itu masih ada di sana. Tidak ada Gaby di ujung pandangannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar