Sekolah
pagi ini terlihat menyenangkan, matahari yang sinarnya terpantul di
jendela-jendela kelas juga bersinar sangat cerah. Terlihat siswa-siswi yang
sedang bersenda gurau saling menyapa dengan guru-guru yang tersenyum ramah dan
bahkan penjaga sekolah mengucapkan selamat pagi dengan senyuman. Selain itu,
dari pengeras suara terdengar guru-guru yang mengumumkan bahwa dalam waktu 15
menit pintu gerbang akan terkunci secara otomatis.
Sekolah
menengah atas ini baru saja memasang sistem keamanan baru beberapa minggu yang
lalu. Sistem keamanan yang bisa dibilang sangat canggih untuk ukuran sekolah.
Mereka menggunakan sistem elektronik untuk mengunci pintu gerbang dan
jendela-jendela. Menurut kepala sekolah, sistem keamanan baru itu diberlakukan
untuk mencegah murid-murid pergi ke luar saat jam sekolah.
Di
gymnasium, seorang gadis dengan pipi merah serta pelipis yang berkeringat
sedang berlatih senam ritmik, rambutnya yang panjang kecoklatan diikat ke atas
dan berkibar lembut ketika ia melompat-lompat di atas matras. Dari pintu masuk
gymnasium, seorang cowok dengan penampilan urakan dan rambut berantakan memperhatikannya.
Ia meletakkan sebuah tas di lantai dengan kasar.
“Lena!!
Mau latihan sampai kapan?? Kita hampir masuk!” serunya galak.
Si
gadis menghentikan gerakannya, memandang pria bermata tajam dan berambut gelap berantakan
serta kulit putih pucat yang berada di depannya. “Aku tahu, Ezky! Kau duluan
sana!” serunya kesal karena kegiatannya dihentikan.
Dengan
decakan kesal, Ezky melangkah keluar dari gymnasium. Kalau saja tadi Lena tidak
menitipkan tas kepadanya, ia pasti sudah pergi ke gudang belakang untuk
bersantai sebelum masuk kelas. Tiba-tiba, terdengar suara mendesah dari arah
tempat penyimpanan alat-alat olahraga. Sudah rahasia umum kalau tempat itu
adalah tempat para pasangan untuk
‘menyendiri’.
‘menyendiri’.
“Ah,
Bobby… Jangan terlalu cepat, aku tidak bisa menahan suaraku…” desah sang gadis,
ia berbisik namun suaranya masih terdengar.
“Tenang,
Gaby. Jam segini tidak akan ada yang lewat daerah sini,” ucap sang pria.
Ezky
hanya memutar mata dan berjalan tidak peduli.
“Eerrgh…”
seru seseorang yang tiba-tiba berjalan di sampingnya. “Mereka berdua terlalu
menjijikkan!” serunya lagi sambil bergidik.
“Hai,
Limper… Sudah full charge pagi ini?”
tanya Ezky dengan nada santai.
“Certified fresh! Hehehe…” cengir cowok
kurus dengan lingkaran mata gelap itu. Ia mengacak-ngacak rambutnya yang
sedikit panjang dan berminyak itu. Beberapa helai yang menempel di pipinya yang
tirus ia tiup menjauh.
Ketika
mereka berdua berjalan melewati lorong, seperti ada aturan tidak tertulis bahwa
mereka berdua harus dihindari. Sudah menjadi rahasia umum kalau Limper adalah
seorang pecandu, seseorang yang harus dihindari di sekolah ini. Padahal Limper
sebenarnya hanya menghisap ganja, ia tidak pernah sekalipun memakai obat-obatan
terlarang. Menurutnya ganja bisa memberikannya kesenangan dan meringankan otak,
sesuatu yang ia perlukan karena apa yang dikerjakannya saat ini cukup berat
bagi otaknya yang jenius.
Sementara
itu Ezky terkenal sebagai pembuat onar. Ia baru pindah ke sekolah ini kurang
lebih sebulan yang lalu. Tapi, ia sudah menyebabkan masalah dengan Pak Hendy,
guru paling terkenal di sekolah itu, di kelas kerjanya hanya tidur dan ia juga sering
membolos. Berbeda sekali dengan Lena yang masuk ke sekolah itu bersamaan
dengannya.
Begitu
mereka berdua memasuki kelas dan disambut oleh seorang gadis berkacamata yang
rambutnya dikuncir dua. Mata gadis itu benar-benar besar, sehingga terkadang
Ezky merasa harus menghindari tatapan gadis itu. “Se, se, selamat pagi, Ezky.
Apakah kau melihat Lena?” tanyanya gugup dengan suara yang melengking tinggi,
namun matanya yang besar tidak bisa lepas dari wajah Ezky.
“Dia
masih di gymnasium,” jawab Ezky dingin sambil melewati gadis itu begitu saja.
“Ba,
baiklah, kalau begitu biar Sinta menyusulnya…” Gadis itu kemudian berlari pergi
dengan kuncirnya yang bergoyang-goyang.
“Ezky…
Limper…” suara seorang gadis memanggil mereka berdua. Gadis itu terlihat cantik
dengan wajah angkuhnya yang memelototi Ezky dan Limper. Rambutnya yang sependek
kerah kemeja seragam sekolah dipotong rapih dan rata. Penampilannya seragamnya
sangat licin dan tanpa cela. Benar-benar murid teladan. “Tolong kecilkan suara
musik kalian, itu sangat mengganggu!” serunya galak, lalu kembali duduk di
bangkunya.
“Sial!
Pagi-pagi sudah kena damprat Artha! Bakal bad luck seharian, niih. Hihihi…”
Limper hanya cengar-cengir sambil mencabut earphone yang ada di telinganya.
Dari
sudut matanya, Ezky bisa melihat seorang pemuda kurus berkacamata yang
meringkuk di atas mejanya. Pemuda itu terlihat ringkih dan selalu merunduk,
kakinya terlihat gemetar dan tak nyaman.
Lalu,
ia melihat 2 orang gadis dengan dandanan mencolok sedang bergosip di meja
depan. Satu gadis berambut panjang ikal kecoklatan, wajahnya lonjong dengan
mata kucing yang membuatnya tampak terlihat selalu marah. Itu Resta dan ia
sedang bersama dengan Loly, gadis dengan mata bulat besar yang selalu membawa
lollipop kemanapun, rambutnya yang berponi membuat ia terlihat imut dan
kekanak-kanakan.
Melihat
itu Ezky berpikir, tampaknya keadaan cukup aman pagi ini, mungkin karena Gaby
sedang sibuk bersama Bobby di gudang belakang jadi 2 minionnya yang bernama
Loly dan Resta tidak berniat mengganggu si kacamata bernama Heru itu.
Tepat
beberapa detik sebelum bel masuk berbunyi, Lena melangkah masuk kelas bersama
Sinta, gadis kecil berkuncir dua yang tadi menyusulnya ke gymnasium. Ia memang
selalu mengikuti kemanapun Lena pergi.
Lalu seorang gadis cantik berkulit putih dengan wajah lonjong dan rambut lurus kemerahan bersama dengan seorang pemuda tampan dengan rahang tegas dan otot yang menyembul di balik lengan pendek seragamnya memasuki kelas sambil berpegangan tangan. Itu Gaby dan Bobby. Pasangan paling populer di sekolah. Gaby merapikan seragamnya yang ketat lalu mengusap bibir Bobby dan tersenyum penuh arti. Begitu guru memasuki kelas, Ezky menundukkan kepalanya dan tertidur. Ia harus melakukan sesuatu yang besar malam ini, jadi waktu istirahat sangat berharga.
Lalu seorang gadis cantik berkulit putih dengan wajah lonjong dan rambut lurus kemerahan bersama dengan seorang pemuda tampan dengan rahang tegas dan otot yang menyembul di balik lengan pendek seragamnya memasuki kelas sambil berpegangan tangan. Itu Gaby dan Bobby. Pasangan paling populer di sekolah. Gaby merapikan seragamnya yang ketat lalu mengusap bibir Bobby dan tersenyum penuh arti. Begitu guru memasuki kelas, Ezky menundukkan kepalanya dan tertidur. Ia harus melakukan sesuatu yang besar malam ini, jadi waktu istirahat sangat berharga.
***
Waktunya istirahat memang menyenangkan untuk sebagian besar murid, mereka bisa pergi ke kantin untuk makan siang atau sedikit berolah raga di lapangan basket atau bahkan hanya sekedar bercengkrama dengan teman-teman. Intinya, waktu istirahat digunakan sebaik-baiknya untuk mengistirahatkan otak mereka yang terbakar karena terlalu lama berkutat dengan buku-buku tebal serta rumus-rumus tidak berguna. Saat istirahat jugalah para pemain yang sudah ditentukan, mendapat sebuah pesan singkat di telepon mereka.
Limper
yang sedang memainkan jari-jarinya dengan lincah di atas keyboard laptop-nya,
merasa terganggu dengan bunyi pesan masuk di telepon selular-nya. Ia menunda
untuk melihatnya, baginya apa yang dia lakukan sekarang lebih penting daripada
lelucon-lelucon bodoh yang sering dikirimkan teman-temannya ketika mereka
teler. Di layar laptop-nya tertera denah cetak biru sekolahnya, ia mencoba
menelaah setiap ruang yang ada di sekolahnya. Menurutnya sekolah ini sedikit
menarik karena berbentuk gedung tinggi dan semua ruangan diberi jendela yang
menghadap keluar. Karena berbentuk gedung maka terdapat banyak lorong-lorong
sempit. Sekolahnya menjadi lebih mengasyikkan ketika tiba-tiba mereka memasang
system keamanan elektronik untuk pintu gerbang utama sekolah. Ia tersenyum
ketika cetak biru di depannya menjadi gambar tiga dimensi.
Di
sudut lain sekolah terdapat ruang musik, yang memang sengaja dibuat terpencil
di sudut agak tersembunyi karena tidak kedap suara. Samar-samar terdengar suara
biola yang mengalun merdu yang tiba-tiba terhenti karena suara lain yang cukup
mengganggu. Artha melirik handphone-nya dengan kesal karena berbunyi ketika ia
sedang berlatih biola. Ia langsung menyesal karena lupa membuatnya dalam silent
mode. Bagi Artha, berlatih biola seperti ini justru lebih penting daripada
pergaulan atau pelajaran sekolahnya. Siapa yang berani-beraninya mengirim sms
ketika ia sedang berlatih? Merasa konsentrasinya sudah buyar karena bunyi
handphone, Artha menghampiri dan membacanya. Alisnya bertaut bingung ketika
membaca pesan dari ‘unknown number’ itu.
Sementara
itu di gudang sekolah, Loly sedang berusaha mengangkat ember berisi air ketika
handphone-nya berbunyi dan berkedap-kedip di saku baju seragamnya. Dengan susah
payah ia berusaha mengambil handphone-nya hingga air-nya tumpah-tumpah dan
membuat genangan. Loly meringis ketika air itu juga mengenai sepatu mahalnya.
Itu membuatnya dibentak oleh Gaby dan menyuruh Loly untuk membawa ember berisi
air itu lebih cepat. Resta mengkomentari kebodohan Loly dengan seringai sinis
dan berbisik kepada Gaby bahwa Loly tidak kuat mengangkat ember itu karena
lebam-lebam di lengannya, tapi sepertinya Gaby tidak peduli.
Saat
itu, handphone Gaby dan Resta berbunyi, mereka juga menerima pesan singkat.
Namun, karena nomor pengirim pesan singkat itu tidak tertera di layar, mereka
tidak mempedulikannya. Pandangan ketiga gadis itu kemudian beralih ke sosok
pria kurus berkacamata yang terduduk lemas di lantai, kepalanya basah oleh
lumpur, ia tampak tidak punya tenaga untuk bergerak sedikit-pun. Dari kantong
pria kurus itu terdengar bunyi tanda pesan singkat yang masuk.
Di
lapangan olahraga, Bobby menghentikan langkah berlarinya ketika terdengar bunyi
tanda pesan masuk ke handphonenya. Setelah memberi lambaian tangan kepada
beberapa gadis yang meneriakkan namanya penuh kekaguman, ia kemudian berjalan
ke pinggir lapangan, menghindari teman-temannya yang sedang berlari dan
mengoper bola basket.
Bobby
cepat-cepat membuka handphone-nya karena mengira itu pesan singkat dari Gaby
atau mungkin dari orang lain yang memang sudah ia tunggu-tunggu. Bobby mendesah
kecewa ketika layarnya menunjukkan “unknown number” lalu dengan malas ia
membuka pesan itu dan mengerutkan alis tidak mengerti ketika membacanya. Pesan
itu sepertinya berisi keisengan seseorang, tetapi jika ini serius maka masa
depannya bisa hancur.
Tangan
Sinta bergetar ketika membaca pesan singkat yang baru saja masuk ke
handphone-nya. Ia ingin menunjukkan kepada Lena, tetapi ia takut Lena akan
bertanya lebih jauh tentang isi pesan singkat ini. Keringat dingin mengalir
dari pelipisnya ketika memikirkan Lena, terlebih ini juga menyangkut tentang
Ezky yang dekat dengan Lena. Ia bimbang, ia takut, tetapi ia
tahu bahwa ia harus melakukan apa yang pesan itu inginkan agar ia bisa
mengamankan dirinya.
Di
kelas, Ezky yang terbangun dari tidurnya karena bunyi pesan singkat, menatap
kesal layar handphone. Ia lebih kesal lagi ketika mengetahui pesan singkat yang
diterimanya sangat-sangat tidak penting. Namun ketika ia menyusuri notifikasi
yang ada di layar handphone-nya, ia menyeringai senang saat menyadari sesuatu.
Lamunan
Ezky buyar karena bel masuk berbunyi. Ia kembali merebahkan kepalanya namun
segera ia angkat karena ia ingat pelajaran terakhir adalah pelajaran kesenian
dengan guru yang membencinya dan juga dibencinya bernama Pak Hendy. Setelah
semua murid memasuki kelas, seorang guru pria dengan rambut belah pinggir dan
kemeja berwarna pastel mengikuti dengan gaya necis. Beberapa murid wanita
memperhatikan guru ini dengan terpesona sementara Ezky malah merasa ia perlu
melarikan diri dari pelajaran ini. Pak Hendy menyapa murid-murid dengan ramah,
namun ketika ia melihat Ezky, ia memandang jijik dengan sudut matanya.
Tiba-tiba,
Limper yang duduk di sampingnya memperlihatkan sesuatu kepada Ezky. “Ini apa,
sih? Ngetren lagi, ya sms beginian?” bisik Limper sambil menggaruk-garuk
kepalanya.
Ezky
melirik sms yang ditunjukkan oleh Limper dan cukup terkejut ketika melihatnya,
“Kau juga dapat?” tanyanya heran.
Dengan
bingung Limper menaikkan alisnya dan Ezky mengatakan bahwa ia juga mendapatkan
pesan singkat yang sama dengan Limper.
“Wah,
menarik…” desis Limper, matanya yang biasanya gelap karena terlalu banyak
menghisap marijuana bersinar terang kali ini.
“Mungkin
ini hanya kerjaan orang iseng. Ia jelas-jelas sedang bosan…” komentar Ezky,
sedikit melirik kepada Pak Hendy yang masih melihatnya dengan sudut mata ketika
ia mengajar. Guru itu memang benar-benar membencinya hingga ia tidak peduli
jikapun Ezky sama sekali tidak memperhatikan pelajarannya.
“Yah,
mungkin ini hanya iseng. Tapi, aku penasaran dengan siapa saja yang mendapatkan
sms ini selain kita,” ucap Limper, ia terlihat sangat tertarik ketika matanya
menyapu ke seluruh kelas, memperhatikan setiap temannya yang sedang memegang
handphone dan mengetik dengan jari-jari mereka yang lincah.
“Kita
bisa mengikuti instruksi dari sms ini jika kau mau…” tantang Ezky dengan
menaikkan satu alisnya.
“Wah,
wah… Senang berteman denganmu, Ezky! Jadi, kau mau?” Limper tersenyum senang.
Sekilas
Ezky melirik Lena yang duduk beberapa kursi di depannya kemudian ia memberikan
jawaban kepada Limper, “Ya!” angguknya yakin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar