HERU
Ketika
pertama kali menginjakkan kakinya ke sekolah ini, Heru merasa bersemangat.
Sekolah baru dan kehidupan baru. Kali ini ia bertekad ia akan menghabiskan masa
sekolahnya dengan menyenangkan, bertemu dengan teman-teman baru dan menjadi
siswa berprestasi. Oleh karena itu, ia melangkahkan kakinya dengan pasti,
menyapa semua orang dengan ramah meskipun mereka masih memandangnya canggung.
Jelas orang-orang itu tidak terbiasa dengan ramah tamah.
Kota
yang baru didatanginya ini memang terkenal dengan sikap individualistis yang
tinggi. Tidak ada yang mau tahu urusan orang lain dan tidak ada yang peduli
dengan urusan orang-orang di sekitar mereka. Justru karena itulah Heru meminta
orang tua-nya untuk pindah ke sini ketika ia masuk ke sekolah menengah atas.
Ayah-nya yang bekerja sebagai buruh bangunan sama sekali tidak keberatan karena
di kota ini pembangunan gedung baru hampir terjadi setiap hari sementara
Ibu-nya yang hanya seorang ibu rumah tangga biasa juga tidak mengajukan
penolakan.
Di
sinilah Heru berniat membangun hidupnya yang baru, berharap tidak ada lagi
hal-hal tidak menyenangkan seperti yang ia alami di sekolah menengah pertama.
Di mana semua orang seolah-olah mencampuri urusannya hanya karena ia anak yang
berotak cukup cemerlang. Ya, di sini semua orang hanya peduli dengan urusan
masing-masing, jadi ia juga hanya akan mengurusi urusannya sendiri.
Saat
ia memasuki kelas, semuanya sedang bercengkrama. Ada beberapa gadis cantik
berdiri di tengah-tengah kelas, menjadi pusat perhatian para anak laki-laki.
Dan, salah satunya, yang berwajah paling cantik bagaikan boneka porcelain,
meliriknya sekilas lalu memberikan senyum tipis. Cepat-cepat Heru mengalihkan
pandangan, bersembunyi di balik kacamatanya yang buram.
Tetapi…
siapa yang menyangka pandangannya yang sekilas bertemu dengan gadis porcelain
itu adalah awal dirinya yang terjebak dalam lingkaran hitam yang tak berakhir.
Bermula
dari belajar kelompok, gadis bernama Gaby dan dua temannya yang bernama Resta
dan Loly mulai bersikap sangat ramah dan baik terhadapnya. Wajah Heru tidak
bisa berhenti memerah ketika melihat Gaby tersenyum kepadanya. Apalagi ketika
Gaby menatap matanya dan memegang tangannya ketika suatu hari Gaby meminta
bantuannya untuk mengerjakan tugas. Heru tak kuasa menolak, ia hanya
menganggukkan kepalanya.
Ya,
itu permulaannya.
Selanjutnya
bukan hanya tugas Gaby, Resta dan Loly yang dikerjakan oleh Heru, tetapi juga
tugas Bobby, kapten klub basket dan juga kekasih Gaby. Ketika ia mulai muak dan
melawan, Gaby kembali mengeluarkan senjatanya. Senyuman itu. Namun, Heru tetap
menolak meskipun dengan takut-takut. Saat itulah sorot mata Gaby berubah.
Senyuman
layaknya boneka porcelain itu menghilang, tidak ada lagi mata besar yang
mengerjap-ngerjap memohon. Wajah Gaby masih tetap cantik, tetapi terlihat
dingin dan mengintimidasi. Lalu, bersama dengan Loly dan Resta, ia menyeret
Heru ke gudang belakang sekolah, melempar Heru ke tumpukan kardus yang berdebu.
Mata
Heru terbelalak ketika Gaby mulai menampari dirinya dan merobek bajunya
sendiri. Ia kemudian menarik tangan Heru dan mencakar lehernya dengan jari-jari
Heru. Setetes darah merembes dari lehernya dan Gaby hanya tersenyum.
“A…
a… apa yang kau lakukan?” tanya Heru tergagap.
Gaby
mendekatkan wajahnya kepada Heru, “Bukan apa yang aku lakukan, sayang. Tapi,
apa yang telah kau lakukan padaku?” Ia mengangkat dagu Heru hingga mata mereka
bertemu. “Apa kata para guru ketika mereka tahu kau mencoba memperkosaku,
Heru?” tanyanya dengan nada mengalun yang terdengar manis.
“Ta,
tapi… a, aku… tidak…”
“Dan,
siapa yang akan percaya kata-katamu Heru? Loly dan Resta melihatnya. Kau
mencoba memperkosaku!” tegasnya lagi. Gaby melirik kepada teman-temannya yang
mengangguk patuh.
Saat itulah Heru tahu bahwa ia telah terjatuh ke
dalam jebakan tanpa dasar, jebakan mengerikan yang dirancang oleh gadis
berwajah malaikat ini. Gaby telah memegang kendali penuh atas dirinya. Ia
bagaikan mainan remote control yang hanya bisa bergerak atas perintah Gaby.
Dan, hukuman apabila ia tidak patuh atas perintah itu adalah sama dengan
neraka. Mulai saat itu, hidup Heru seperti berada dalam lorong udara yang
gelap, ia terjebak selamanya di sana. Bahkan dalam kematiannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar